![]() |
Pluralisme dan toleransi antar manusia yang diusung pesantren menarik hati para pastur luar negeri. Apa yang mereka dapatkan dari pesantren yang didirikan tokoh besar bangsa ini?
idealoka.com – Pondok pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, kembali jadi rujukan para tokoh agama pecinta pluralisme dan toleransi. Kali ini 12 pastur atau pendeta katolik datang ke Tebuireng, 9 Agustus 2017. Mereka bukan pastur sembarangan, tapi datang dari berbagai negara di Eropa, Afrika, dan Asia.
![]() |
Dok. Tebuireng |
Gus Ghofar mengatakan kunjungan para pastur itu merupakan salah satu agenda di sela-sela pertemuan rutin pastor sedunia yang tergabung dalam Jesuits Among Muslims (JAM). Kebetulan pertemuan JAM digelar di Indonesia tahun ini.
Selain beramah tamah dengan pengasuh dan pengurus pesantren, para pastur didampingi pengasuh dan pengurus pesantren berziarah di makam almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang dikenal sebagai tokoh pluralis tingkat dunia.
![]() |
Didampingi pengasuh dan pengurus pesantren Tebuireng, para pastur tingkat dunia berziarah di makam Gus Dur (Dok. Tebuireng) |
Selain mantan Presiden RI keempat Gus Dur, di kompleks makam keluarga pesantren Tebuireng juga dimakamkan tokoh dan pejuang bangsa yang juga pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yakni kakek Gus Dur, KH Hasyim Asy’ari, dan ayah Gus Dur yang juga mantan Menteri Agama pertama RI, KH Wahid Hasyim.
Para pastur tersebut berdiri di sekeliling makam Gus Dur dan memanjatkan doa bagi almarhum yang banyak memberi kontribusi dalam dialog antar agama sebagai bagian upaya perdamaian antar manusia di dunia.
Dalam ramah tamah dengan pengasuh dan pengurus pesantren Tebuireng, para pastur asing ini menanyakan banyak hal mengenai Islam khususnya kehidupan pendidikan di pesantren.
![]() |
Dok. Tebuireng |
Gus Ghofar menjawab bahwa bisa saja non muslim belajar di pesantren Tebuireng. Sedangkan santri putri dan putra ditempatkan dalam kompleks asrama yang berbeda untuk menghindari dampak pergaulan yang berlebihan yang bisa mengganggu prestasi belajar dan moral santri putra maupun putri.
Dalam pertemuan tersebut, Wakil Rektor II Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Muhsin Kasmin menambahkan bahwa sejak tahun 1975 pesantren Tebuireng sudah membuka kerjasama dengan lintas agama. Bahkan non muslim bisa menjabat atau berkarir di lembaga-lembaga pendidikan yang ada di lingkungan pesantren Tebuireng. “Bahkan Kepala Unit Penjamin Mutu di Unhasy sekarang adalah dosen yang beragama Hindu,” kata Muhsin.
Sebelum meninggalkan pesantren Tebuireng, para pastur sempat berkeliling di kawasan makam keluarga pesantren dan asrama santri dan masuk ke dalam salah satu kamar santri. Mereka juga berdialog langsung dengan salah satu pembina santri. (*)